Tuesday, October 25, 2016

kertas kusut

Tau nggak rasanya untuk menemukan ide? 

Buatku, luar biasa. 

Walaupun bukan ide judul skripsi (karena masih mentok ke tema dan belum nemu objek yang pas), setelah sekian lama aku dapat inspirasi untuk menulis. 

Tapi, layaknya bagian "masalah penelitian" di proposal skripsi, aku punya "masalah penulisan" di sini. Aku nggak tau harus mulai bagaimana. 

Sebenernya kalau aku menulis ini dengan bahasa Inggris, nggak ada masalah untuk memulainya. Rasa-rasanya jadi canggung. Memang sih akhir-akhir ini ketika aku mencoba untuk menuliskan sesuatu yang tidak terlalu serius yang bahkan aku nggak punya jalan terang cerita itu hanya menulis saja, aku menuliskannya dalam bahasa Inggris. Dan mungkin jadi terbiasa. Lagi pula sudah lama sekali sejak aku membaca buku berbahasa Indonesia jadi... mungkin terbawa. Padahal bahasa Inggrisku terbatas. Buktinya sampai sekarang baru sampai halaman 30...

Ketika ide ini muncul, aku bertekad untuk menulisnya dalam bahasa Indonesia. Karena lebih mudah untukku untuk menuliskan detailnya dalam bahasa Indonesia. Walaupun aku tahu aku lebih sering menggunakan bahasa Inggris sekarang sehingga aku lebih terbiasa dengan kosakatanya tapi, bahasa Indonesia tetap bahasa yang sudah aku kuasai jadi mungkin tidak ada halangan yang berarti. 
Kecuali fakta bahwa semester depan aku harus mulai menulis skripsi. 


Lalu, ketika aku berusaha tidur kadang terpikirkan beberapa hal. Salah satunya adalah masa depan. Tentu. Itu adalah hal yang pasti aku pikirkan jika aku memang sedang memikirkan sesuatu. 

Aku sekarang sedang berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa melanjutkan kuliahku ke tahap yang lebih tinggi. Walaupun aku menginginkannya, walupun aku sendiri yang berata bahwa aku akan pergi, walaupun aku sudah berusaha dan sudah berdoa sekuat tenaga, aku tahu bahwa kemungkinannya kecil. Bahwa kemunfkinan aku akan mendapatkan beasiswa itu kecil. Satu-satunya jalan untukku sadalah dengan biaya sendiri. Yang sama aja dengan aku nggak bisa berangkat. 

Lagipula aku sadar bahwa untuk menyelesaikan sekolah di sana itu tisak mudah. Aku sendiri juga tidak yakin kalau aku bsa menyelesaikannya dalam dua tahun. 

Jadi rasanya aku seperti di ambang-ambang. Dan pada akhirnya aku tahu kok kalau aku nggak mungkin bisa berangkat. Walapun aku tahu, tapi aku tetap berharap. Kali, kali aja, untuk pertama kalinya aku bisa menjadi orang beruntung. Kayak orang bodoh; berharap padahal udah tau nggak mungkin.

Mungkin emang takdirku untuk menjadi orang yang biasa-biasa aja. 

Memangnya aku mau jadi apa sih kalau sudah lulus besok? Kenapa harus sampai tinggi sekolahnya?

Aku sendiri juga nggak tau. Aku jelas nggak mau jadi dosen. Aku nggak mau jadi ilmuan (walaupun keren sih). 

Aku cuma pengen jadi pegawai biasa aja. Kerja di kantor, jadi programmer yang kemudian lama kelamaan bisa menjadi project manager atau analis atau apapun. Aku nggak berharap muluk untuk karir. Karena toh pada akhirnya kerja yang seperti ini adalah yang realistis. Kerja disebuah perusahaan yang punya "nama", yang kira-kira kalau dengar namanya akan menimbulkan reaksi. "Ohh itu, iya aku tahu."

Jadi nggak bolehkan aku menikmati masa "hebat"ku waktu aku menyelesai pendidikan lebih tinggi itu? Kan nggak lebih dari dua atau tiga tahun. 

Kan bisa jadi kebanggaanku satu-satunya. Pencapaian yang bisa aku banggakan. Yang setidaknya bisa memuaskanku. 

Karena setiap orang patut bangga akan dirinya sendiri. Karena setiap orang harus bangga pada dirinya sendiri. 

To love yourself even more. To know that you worth more than you ever thought.