Sunday, October 12, 2014

Kabur

Suatu hari aku mendapatkan pertanyaan dari seorang pembaca salah satu ceritaku. Dia bertanya, "Kenapa dia pergi?"
Aku si pembuat cerita merasa tertohok sebenarnya. Mengapa aku membuat karakter yang kuceritakan memutuskan untuk pergi? Butuh seminggu bagiku untuk menjawab pertanyaan ini. Dan aku kemudian mengetik balasan untuknya, "Kebanyakan orang butuh pengalihan dari masalah. Dan cara favorit mereka adalah meninggalkan kenangan mereka jauh-jauh."

Aku merasa itu adalah jawaban yang benar. Seperti mengapa orang memutuskan untuk pindah rumah alih-alih tetap di sana setelah beberapa kejadian buruk menimpa penghuni rumah itu. Mereka butuh lingkungan baru yang membuat mereka melupakan apa hal-hal yang akan mengingatkan mereka pada sebuah kejadian yang melukai hati mereka.

Aku juga ingin kabur. Ke suatu tempat di mana aku bisa bersembunyi dan menjadi orang yang baru. Tujuanku ada dua. Pertama, hutan beton tempat impian terbentuk. Kedua, sumber segala rasa sedih-bingung-menyakitkan yang akhir-akhir ini kurasakan.

Yang aku tahu, satu-satu cara yang rasional adalah meneruskan pendidikanku. Hanya saja... kenyataan kembali memukulku dengan keras seperti seorang pemain baseball yang mencetak homerun. Kuliah di jurusan ini begitu berat. Dosen yang luar biasa jenius membuat kami membuat sesuatu di luar bayanganku dalam jangka waktu yang singkat. Tugas laporanpun dibuat sedemikian rupa agar aku memutar otakku dan merasa seperti seorang idiot. Apa lagi saat kuliah aku sama sekali tidak menangkap apa yang dosen terangkan.

Aku merasa seperti seorag imbisil. Kalau program sarjana saja aku masih linglung dan belum memiliki judul skripsi, lalu akan jadi apa aku untuk jenjang yang selanjutnya. Aku menyukai ilmu yang ada di jurusan ini. Aku merasa penasaran, dan ketika aku bisa aku merasa seperti orang pandai, orang yang cerdas. Dan aku merasa puas.

Aku tidak bisa memikirkan jurusan lain yang ingin kutekuni. Aku ingin memiliki banyak ilmu, banyak pengetahuan. Yang biasa kutonton hanyalah berkisar tentang mobil, ilmu bumi, teknologi, dan sejarah. Jika aku hanya ingin mengejar gelar dan kesempatan untuk berada di tempat tujuan untuk kabur tersebut, aku mungkin akan memilih jurusan lain yang lebih mudah misalnya ilmu budaya. Namun aku tidak merasa puas. Aku ingin mengambil sesuatu yang sesuai di jalurku, Ilmu Alam.

Aku ingin kabur. Tidak, aku ingin menghampiri tempat di mana sumber penyakitku berada. Aku harus berada di sana. Aku tidak tahu apa alasannya, aku tahu kemungkinan lebih buruk bisa terjadi saat aku di sana. Tapi aku ingin sekali di sana. Menemui bibit penyakitku kemudian memamerkan bahwa aku bisa menapakkan kakiku di tanahnya.

Patah hati mungkin membuatmu melihat dunia dengan sedih dan tidak bersemangat. Namun bagiku patah hati membuatku bermimpi lebih tinggi dan lebih rasional.

Dulu, aku tidak pernah ingin berkuliah. Berkat dia, aku bahkan ingin melanjutkan pendidikanku.
Sayangnya berkat dia, aku tidak ingin melakukan apa yang orang tuaku lakukan sebelum adanya aku.
Tidak, aku ingin sendirian.

No comments:

Post a Comment