Saturday, September 8, 2012

Curhat Colongan part 5: That XX (5 years of love)

Jumat siang lalu, aku baru saja menonton pertandingan bola voli di halaman sekolah. Memang ini kebetulan atau para guru sudah merencanakan ini, lapangan bola voli terletak persis di depan kelasku. Jadi sambil istirahat pergantian pelajaran, aku dan beberapa orang temanku menonton pertandingan voli yang kebetulan sedang berlangsung di sana.

Aku begitu kagum dengan mereka yang bisa melakukan service dengan bagus, dengan mereka yang bisa melakukan blocking dan bagaimana mereka bisa dengan cepat bereaksi ketika bola datang. Mereka benar-benar mengagumkan. Tentu saja aku kagum, passing atas dan bawah saja aku tidak bisa melakukannya dengan benar. Aku benar-benar payah dalam olahraga.
 
Oke, bukan ini masalahnya.
 
Masalahnya terletak pada siapa yang bermain saat itu. That XX.
 
Namanya memang tidak mengandung unsur pornografi atau adalah hal yang tabu, tapi demi kebaikannya dan kebaikanku sendiri lebih baik aku mensensor namanya menjadi xx.
 
Jadi, saat itu di ronde kedua, dia menggantikan salah satu temannya. Tentu saja, aku tidak terlalu mementingkannya. Aku masih sibuk dengan rasa kagumku pada mereka yang bisa bermain voli. Tapi setelah temanku menyinggungku dengan kata "modus", pandanganku terhadap mereka berubah drastis menjadi terhadapnya.
 
Apa kalian sudah sadar? That XX yang aku maksud adalah seseorang yang sudah sering aku ceritakan di sini. Dan sebagian besar (atau malah semuanya) ceritanya berkisah tentang aku yang benar-benar putus asa untuk mendapatkan perhatian lebih darinya dan hanya berlaku seperti bulan yang mengelilingi orbitnya tanpa memberi pengaruh apapun padanya. Jadi mungkin, posisiku bukan bulan di sini? Asteroid mungkin? atau Planetoid?
 
Jadi sekali lagi, aku akan menceritakan bagaimana hubungan kami berkembang setelah 5 tahun.
 
Tentu saja tidak ada perubahan. Kami tetap seperti ini saja. Dia tetap dengan dunianya dan terus mencintai wanita pujaannya yang sempat menjadi kekasihnya selama beberapa waktu (dan sekarang aku kira mereka sedang mengusahakan beberapa hal untuk bisa kembali lagi). Sedangkan aku tetap dengan kegiatan fangirling yang berteriak-terak histeris ketika Lee Sungmin sedang memperlihatkan kemampuannya pada Chinese Martial Arts dengan bermain nunchaku atau tongkat panjang itu yang terkadang dia selingi dengan pertunjukan aegyo-nya yang membuatku berpikir bahwa dia adalah bocah 12 tahun. Dan tentu saja mengaguminya.
 
Aku sudah tidak ingat lagi bagaimana aku bisa begitu menyukainya saat itu. Aku juga tidak bisa menemukan alasan logis kenapa aku masih saja menyimpan perasaan padanya meski puluhan laki-laki tampan bersliweran muncul di televisiku atau muncul di layar laptopku. Dan aku tidak yakin kenapa aku masih tertarik padanya walaupun--seperti yang sudah aku sering katakan pada teman-temanku--tingkat ketampanannya menurun drastis yang awalnya sedikit banyak mirip Edward Cullen bercampur sedikit Justin Bieber dengan tambahan Choi Siwon dan Jung Yonghwa menjadi hanya dia, XX.
Mungkinkah karena aku mencintainya?
 
Aku bahkan tidak bisa mendefinisikan kata cinta itu sendiri. Jadi bagaimana mungkin ini adalah cinta? Tidak, ini bukan cinta. Hanya sebuah perasaan yang sampai sekarang aku masih belum bisa menerka perasaan macam apa ini.
 
Ada satu hal yang aku takutkan saat ini. Memang bukan rasa takut karena ini mengerikan. Karena mungkin aku tidak akan terbiasa saja.
 
Bagaimana saat kami berkuliah nanti?
 
Aku sudah terbiasa hidup penuh dengan that xx hampir selama 5 tahun ini. Dan biasanya aku selalu akan mencarinya duluan ketika kami berada di satu event yang sama yang berbau sekolah. Jadi bisa dikatakan bahwa sekolah adalah hal yang bisa memenuhi hasratku padanya.
 
Kuliah itu punya banyak kemungkinan. Hal inilah yang membuat setiap kemungkinan yang ada mempunyai presentase yang kecil untuk bisa terjadi. Apalagi, aku dan dia mempunyai ketertarikan yang berbeda. Dilihat sekali saja aku yakin dia bukan orang yang suka dengan membaca, apalagi sastra. Sedangkan aku, seperti yang sudah kalian tahu bahwa aku sangat suka menulis cerita pendek maupun cerita panjang (walaupun produk gagal). Jadi, bagaimana mungkin kita bisa bertemu lagi di universitas?
 
Kalaupun kita berada di satu universitas, tidak mungkin kami akan berada di satu fakultas dan mempunyai mata kuliah yang sama. Kemungkinannya seperti menemukan planet seperti Bumi yang bisa ditinggali oleh manusia masa depan.
 
Terkadang, aku ingin sekali dia tahu tentang semua ini. Hanya sebagian kecil dariku sebenarnya yang menginginkan hal ini terjadi. Namun bagian diriku yang lain yang lebih mendominasi menginginkan ini semua tidak pernah dia sentuh. Biarkan aku menjadi seperti ini, menjadi pengagumnya yang duduk di barisan paling belakang.
 
Sebenarnya, aku merasa aku banyak berbuat tidak adil padanya. Hampir setiap karyaku terisnpirasi darinya. Mulai awal aku mencoba menulis dengan serius sampai dengan saat ini. Dia masih ada di antara karya tulisku. Sedangkan dia, tidak mendapatkan apa-apa dariku. Sama sekali tidak ada.
 
Aku berharap, suatu saat nanti aku bisa mengucapkan rasa terimakasihku dengan layak. Dan juga bisa menginspirasinya seperti yang dia lakukan padaku. Ketika kami berdua sudah sukses dengan semua cita-cita kami.
 
Apa kau menemukan inti dari apa yang sudah aku tulis?
 
Sebenarnya aku sendiri tidak mengerti apa inti aku menulis seperti ini. Aku hanya terserang rasa aneh akut yang menyergap diriku tiba-tiba saat aku kembali melihatnya tadi di sekolah. Hanya itu. Tidak ada yang lebih.
 
Jadi, that xx. Aku harus melakukan apa, eh?
 
Walaupun aku masih tidak tahu pasti, tapi biarkan saja aku menulis ini atas definisi orang-orang.
 
Aku mencintaimu. Seperti wanita yang menyukai lawan jenisnya. Ya, seperti itu.

No comments:

Post a Comment